McKinsey & Company menyebutkan bahwa tingkat pergantian perusahaan dalam daftar S&P 500 mengalami peningkatan yang signifikan. Mereka memperkirakan bahwa dalam 10 tahun mendatang, sekitar 75% dari perusahaan yang ada saat ini mungkin akan digantikan oleh perusahaan baru yang lebih inovatif dan adaptif. 

Melihat kondisi bisnis yang semakin dinamis dan bergerak cepat, kepemimpinan agile menjadi suatu keharusan, bukan lagi sekadar kebutuhan. Tren agile pada tahun 2024 menekankan transisi kepemimpinan mendasar menuju pendekatan kepemimpinan manajemen proyek yang lebih adaptif, kolaboratif, dan berfokus pada pelanggan.

Pendekatan atau metodologi agile berawal dari industri software yang berupaya menemukan cara kerja yang menghasilkan hasil yang lebih baik dan juga membuat pekerjaan mereka sedikit lebih menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, prinsip dan praktik yang dikembangkan oleh tim agile di industri software ini telah diadopsi dan direplikasi di banyak industri dan bidang lainnya sebagai solusi untuk menghadapi dunia bisnis yang lebih global, lebih cepat, dan semakin bergantung pada teknologi digital. Saat ini, menjadi lebih agile bukan lagi sekadar “hal yang menyenangkan untuk dilakukan”, tetapi telah menjadi keharusan untuk menjadi pemenang.

Kepemimpinan Agile di Masa yang Akan Datang

Berdasarkan data dari kejadian sebelumnya dan tren terkini, beberapa praktisi agile memprediksi bahwa agile akan terus berekspansi dalam hal maknanya, bagaimana penerapannya, dan dampaknya terhadap organisasi global. Berikut beberapa ekspansi yang akan terjadi:

  1. Dari Tim ke Perusahaan

Tim beroperasi dalam lingkungan perusahaan yang lebih besar, jika lingkungan tersebut tidak mendukung pendekatan agile, dampak tim agile tentu akan terbatas. Pesaing yang lebih kecil namun memiliki pemimpin yang agile dapat mengancam bisnis perusahaan yang sudah besar sekalipun, oleh karena itu diperlukan kepemimpinan yang agile dan menjadikannya pusat dari cara bisnis beroperasi.

  1. Dari Hasil ke Penanaman Nilai-nilai

Kepemimpinan agile awal mulanya berfokus untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, misalnya kepuasan pelanggan, namun untuk terus tetap bertahan diperlukan adanya perbaikan dalam proses yang berjalan dengan menanamkan nilai-nilai kepada seluruh jajaran perusahaan sehingga bisa konsisten memberikan kepuasan pada pelanggan.

  1. Dari Manajemen Proyek ke Manajemen Produk

Untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor, diperlukan cara pandang yang lebih visioner. Agile leadership mulanya fokus pada proyek manajemen yang cenderung bersifat jangka pendek, memiliki awal dan akhir yang jelas dan hasil akhir yang terdefinisi dengan baik. Di masa yang akan datang agile leadership memerlukan perspektif manajemen produk yang bersifat jangka panjang, memikirkan ke mana produk atau layanan tersebut mengarah dan bagaimana mencapainya. Ini membutuhkan tim yang lebih permanen dengan tanggung jawab yang lebih luas untuk mengembangkan dan mendukung produk.

  1. Dari Kepemimpinan Tim ke Kepemimpinan Eksekutif

Pergeseran perspektif ini – dari hasil ke penanaman nilai-nilai, dari manajemen proyek ke manajemen produk – tidak dapat terjadi tanpa keterlibatan aktif dari pimpinan tingkat atas seperti C-level. Tidak hanya berharap bisnis akan berjalan baik hanya dengan merekrut orang-orang terbaik, C-level juga perlu menginternalisasi prinsip-prinsip agile sehingga saat mereka menghadapi tantangan bisnis, mereka dapat membuat keputusan yang tepat.

  1. Diintegrasikan dengan AI dan machine learning

Pemanfaatan AI dan machine learning dalam praktik kepemimpinan agile dapat membantu mengerjakan tugas berulang seperti entri data, menganalisis data historis untuk memprediksi potensi risiko, mengidentifikasi hambatan, sehingga pemimpin dan tim bisa mengalokasikan waktu untuk mengerjakan hal lain yang bersifat lebih strategis.

Tantangan dan Cara Menghadapi Tantangan Penerapan Agile Leadership

Walaupun menawarkan beragam manfaat dari kepemimpinan agile, terdapat beberapa tantangan dalam penerapannya sehingga dibutuhkan eksplorasi solusi potensial, di antaranya:

  1. Resistensi terhadap Perubahan: Organisasi tradisional mungkin menolak praktik agile karena memiliki kebiasaan yang mengakar dan kurangnya pemahaman tentang manfaat Agile. Agile leader dapat menerapkan strategi manajemen perubahan yang komprehensif, termasuk pelatihan dan lokakarya untuk membantu mempermudah transisi ke metodologi Agile
  2. Masalah Skalabilitas: Menerapkan praktik Agile dalam skala organisasi besar bisa jadi rumit karena adanya inkonsistensi dan kesenjangan komunikasi. Seorang agile leader dapat memanfaatkan kerangka kerja seperti SAFe dan LeSS, yang dirancang untuk membantu meningkatkan praktik Agile secara efektif di seluruh organisasi, namun tetap di-customized untuk memenuhi kebutuhan organisasi
  3. Mengintegrasikan Teknologi Baru: Integrasi AI dan Machine Learning dalam proses Agile memerlukan keahlian teknis yang mungkin tidak dimiliki tim. Agile leader perlu berinvestasi dalam hal pelatihan untuk AI dan Machine Learning, serta mengadopsi alat yang tepat.

Agile bukanlah tujuan, tetapi perjalanan adaptasi dan peningkatan yang berkelanjutan. Dengan mengadaptasi tren Agile Leadership ini dan mengatasi tantangannya, organisasi dapat berkembang di dunia yang terus berubah pada tahun 2024 dan seterusnya. Namun, organisasi, manajer harus memiliki informasi yang lengkap dan terkini terkait adaptasi agile leadership, menanamkan nilai-nilai pembelajaran seumur hidup dan investasi di pelatihan agile leadership agar bisa memiliki agile mindset hingga berkontribusi membangun agile culture di organisasi!